Mantan


Sepuluh menit sudah berlalu sejak pesan terakhir yang dikirim oleh Ayesha kepada Milca dan Anka. Kedua kakak beradik itu masih menunggu dua orang sahabatnya, yang tak kunjung tiba di kediaman salah satu sahabatnya itu. Saat kedua kakak beradik ini tengah sibuk memanjakan diri mereka di sofa, tiba-tiba muncul dua manusia dari balik pintu yang sudah mereka tunggu kehadirannya sejak tadi.

“Lama banget si lo berdua” sapa Anka sedikit ketus kepada Juan dan Esha.

“Banyak titipan kali ka, makanya jadi lama” ucap Juan sambil merebahkan tubuhnya di sofa sebelah Anka.

“Maaf ya tuan putri, kalo harus buat kalian lama nunggunya” ucap Esha sambil tersenyum ke arah Anka.

“Iya iya gue maafin. Sini sha duduk ngapain lu berdiri terus sih, padahal lu yang punya rumah juga hahaha” perintah Anka kepada Esha sambil sedikit tertawa.

Kemudian sang tuan rumah hanya menuruti perintah sahabatnya itu, dan kini mulai menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil memejamkan matanya untuk sekejap. Ketika ia tengah menikmati kenyamanan itu, tiba-tiba suara yang sangat ia kenali berhasil membangunkan dirinya yang hampir tertidur.

“Sha, gimana Mas Tara?” tanya Milca kepada Esha sambil menatap sahabatnya yang kini hanya terdiam.

“Ya, tadi kan udah dibahas ka. Biarin aja lah dia udah bahagia dan kalo mau tanya soal tweetnya dia itu gue yang saranin” ucap Esha begitu lancar, hingga membuat para sahabatnya menatap penuh kebingungan.

“Iya sha, tapi besok-besok jangan dikasih saran lagi ya. Kita cuma gak mau lo terjebak di ruang dan waktu yang sama terus” ucap Anka cukup tenang.

Melihat topik pembicaraan sudah mulai terasa canggung, membuat Juan berinisiatif untuk menghentikkan pembahasan tersebut.

“Udah jangan dilanjutin lagi, mending makan aja yuk. Tadi Esha beli makanan lumayan banyak nih buat kita” tutur Juan sambil mengambil sejumlah paper bag berisi makanan.

Dan hanya direspons anggukan pelan oleh ketiga sahabatnya, kemudian mereka menikmati makanan sambil menonton series.


Sudah satu jam berlalu sejak mereka duduk bersama sambil menikmati makanan serta menonton series, namun belum ada topik yang mampu membuat mereka beranjak dari posisi nyamannya. Hingga suara notifikasi ponsel Esha berbunyi, berhasil membuat ketiga sahabatnya itu beranjak dari posisinya, dan tengah menatap Esha dengan tatapan seakan bertanya 'dari siapa?'.

“Gue check dulu ya” ucap Esha sambil menggerakkan ponselnya ke arah sahabatnya.

Ketiga sahabatnya hanya mengangguk sambil terus menunggu jawaban dari Esha, siapa yang mengiriminya pesan saat ini. Setelah Esha melihat bar notifikasi ponselnya, kini ia siap memberitahu sahabat-sahabatnya itu.

“Davin” jawab Esha singkat sambil meletakkan kembali ponselnya.

“Balas dulu kali Sha, jangan dicuekin gitu ah” tutur Juan sambil menatap Esha cukup tajam.

“Iya iya gue jawab dulu” ucap Esha.

Saat Esha fokus dengan ponselnya, ketiga sahabatnya ini hanya mampu tersenyum sambil menggelengkan kepala mereka, karena melihat tingkah laku dirinya yang sedikit cuek kepada orang yang mengiriminya pesan tersebut.

“Gue mau nanya deh sha sama lo” ucap Juan sambil meletakkan bantal sofa di dadanya.

“Hmm, tanya aja ju” jawab Esha.

“Emang lu beneran gak ada perasaan ke Davin? seenggaknya terima kek ajakannya dia kalo ngajak lu jalan” tutur Juan

“Ya, gimana gue bingung Ju. Kapan-kapan deh gue coba kalo dia ngajak lagi” jawab Esha sambil memasang muka datar di wajahnya.

“Apa karena dia terlalu Marcell buat lu?” tanya Juan.

“Ha apaan dah? kok tiba-tiba jadi Marcell?” tanya Milca sedikit bingung.

“Peri cintaku maksudnya Juan ka” ucap Anka kepada Milca.

“Emang Davin beda keyakinan sama lu Sha?” tanya Milca yang masih sedikit kebingungan.

“Iya ka” jawab Esha cukup singkat.

“Gapapa kali Sha, coba dulu aja daripada lu mengharap yang gak pasti” tutur Juan.

“Gue gak bisa Ju. Kalo udah terlanjur sayang susah lepasnya pasti, lebih baik gak usah dimulai dari awal” ucap Esha menjelaskan sedikit alasannya, mengapa sampai saat ini ia tidak bisa merespons perasaan Davin kepadanya.

“Udah waktunya Sha lu harus tinggalin yang lalu, dan lu berhak dapatin kebahagiaan yang sama kaya Tara” ucap Anka sambil memeluk sahabatnya yang berada di sampingnya.

Belum sempat Esha menjawab ucapan sahabatnya tiba-tiba suara yang sangat ia kenal berhasil mewakili jawabannya.

“Esha itu kebanyakan mikirin mantannya, jadinya gitu tuh. Mau dicomblangin sama siapa aja pasti selalu banyak alasannya haha” ucap seorang laki-laki yang kini sduah berada tepat dihadapan mereka berempat.

Benar, laki-laki itu adalah Andra. Kakak laki-laki Esha.

“Eh Mas Andra” ucap Milca sambil tersipu malu.

“Iya Milca. Kalian udah pada makan belum? kalo belum mau makan apa biar gue yang pesanin” ucap Andra sambil menatap mereka.

“Oh, udah kok mas. Tadi Esha udah bawain makanan banyak hehe” jawab Anka.

“Syukurlah kalo udah makan, takutnya si Esha lupa” ucap Andra sambil menaikkan sebelah alisnya.

“Iya mas, besok jam berapa mas ke luar kotanya?” tanya Milca kepada Andra yang membuat ketiga sahabatnya terheran-heran.

“Mungkin jam satu atau jam dua sih ka” jawab Andra.

“Oh gitu ya mas” jawab Milca.

“Iya, kayanya gua tinggal dulu deh soalnya gua harus packing. Nanti Esha bisa ngamuk kalo gua belum packing haha” ucap Andra sambil sedikit tertawa.

“Udah gue packingin, nanti lo check lagi aja” tutur Esha sedikit malas.

“Serius? baik banget sih adek gua ini haha” ucap Andra sambil mencubit gemas adik perempuan satu-satunya itu.

“Udah sana naik deh lo, sekalian check lagi barang kali ada yang kelewat” jawab Esha sambil berusaha menjauhkan tangan kakaknya itu

“Iya iya, yaudah gua tinggal ya. Titip adek gua kalo perlu bujuk dia deh supaya punya pacar biar gak galau terus haha” pamit Andra sambil pelan pelan menaikki anak tangga.

Dan dibalas tawa kecil oleh ketiga sahabat adiknya itu, setelah Andra meninggalkan mereka. Kini, mereka sibuk berbincang sambil tertawa lepas entah apa yang mereka bahas. Hingga mereka lupa waktu terus berjalan dan semakin larut.